Mataram NTB - Dalih membantu teman dalam pengrekrutan orang untuk bekerja di luar negeri, seorang warga Dusun Mapong Desa Juran Jaler, Kecamatan Praya Tengah berinisial HJ (48) rela menggelontorkan uang Rp 115 juta dan kini terpaksa harus berurusan dengan Polda NTB.
HJ mengatakan uang itu diminta PJ untuk menalangi kebutuhan administrasi selama mereka menjalankan aksinya.
"Saya diminta untuk transfer ya saya tranfer saja, " ucapnya.
Dirinya bersama dua orang rekannya PJ (47) dan MN (42) yang berasal dari Lombok Tengah pun ikut diringkus atas tindak pidana penempatan pekerja migran Indonesia yang dilakukan secara perseorangan.
Dalam konferensi pers, pada Kamis (2/05/2022), Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol Artanto, S.IK mengatakan, ketiga tersangka yakni, PJ bertugas sebagai perekrut, MN sebagai tenaga pelatih keterampilan bahasa asing dan table manner, sementara HJ bertindak sebagai pengurus dokumen.
"Dengan mengatasnamakan Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) para tersangka merekrut korban-korbannya sebanyak 53 orang yang tersebar di Lombok Barat hingga Lombok Timur namun baru 12 orang yang dapat kami kumpulkan datanya, mereka merekrut korbannya dengan mengiming-imingi korban dengan gaji Rp 10 juta per bulan, " kata Artanto, didampingi Wadir Reskrimum Polda NTB, AKBP Feri Jaya Satriansyah, S.H dan Kasubdit IV Dit Reskrimum, Ni Made Pujawati, S.I.K., M.M.
Wadir Reskrimum Polda NTB, AKBP Feri Jaya Satriansyah, S.H menambahkan, 12 Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) direkrut oleh para tersangka untuk ditempatkan di Kanada dengan mengatasnamakan dari Perusahan P3MI bernama PT. Yanbu Albahar dengan biaya pendaftaran sebesar Rp 10 juta.
"Setelah korban bersedia menyerahkan seluruh dokumen persyaratan, akhirnya mereka mengikuti pelatihan bahasa asing dengan biaya sendiri sebesar Rp 2, 5 juta di sebuah Balai Pelatihan di Lombok Tengah, " terang Feri.
Saat proses pelatihan itulah, pihak Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi NTB datang melakukan sidak. "Dan dari pihak Disnakertrans Provinsi NTB mengatakan, negara Kanada tidak memiliki Job Order (JO), untuk penempatan kerja, " jelasnya.
Alhasil, seluruh korban mempertanyakan kelanjutan nasib mereka. Akhirnya para pelaku meyakinkan para korbannya solusi, yakni dengan menjanjikan akan mengalihkan negara penempatan kerja ke Polandia dengan menambahkan biaya Rp 5 juta untuk pengajuan visa kerja. Namun hingga detik ini para korban tidak kunjung mendapat kejelasan.
Ketiganya disangkakan melanggar Undang-undang RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 KUHP, Pasal 55 ayat (1) ke 1 dengan ancaman hukuman selama-lamanya 10 tahun penjara.
"Beberapa dokumen seperti 9 pasport para CPMI, 17 sertifikat pelatihan bahasa asing dan table manner serta 12 kwitansi pembayaran workinh permit berhasil disita sebagai barang bukti, " jelasnya.
Senada dengan itu, Kasubdit IV Dit Reskrimum, Ni Made Pujawati, S.I.K., M.M. menyampaikan himbauannya kepada masyarakat agar jangan mudah percaya jika ada penawaran kerja ke luar negeri. "Cek dulu, " kebenarannya.(Adb)