Mataram NTB - Sebagai tindak lanjut pelaksanaan the 7th Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022 yang digelar secara hybrid. Dalam pidatonya, Presiden Jokowi menyampaikan empat konsep resiliensi berkelanjutan dalam menghadapi risiko bencana.
Pertama, pentingnya memperkuat budaya dan kelembagaan siaga bencana yang antisipatif, responsif, dan adaptif menghadapi bencana.
Kedua, setiap negara harus berinvestasi dalam sains, teknologi, dan inovasi termasuk dalam menjamin akses pendanaan dan transfer teknologi.
Indonesia menyusun strategi pendanaan dan asuransi bencana dengan membentuk dana bersama atau pooling fund serta penggunaan dan pembangunan di tingkat desa melalui Dana Desa untuk mendukung upaya mitigasi dan kesiapsiagaan.
Ketiga, membangun infrastruktur yang tangguh bencana dan tangguh terhadap perubahan iklim.
Keempat, komitmen bersama untuk mengimplementasikan kesepakatan global di tingkat nasional sampai tingkat lokal.
Kerangka Kerja Sendai, Kesepakatan Paris, dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs merupakan persetujuan internasional yang penting dalam upaya pengurangan risiko bencana dan perubahan iklim.
Sebagai tindak lanjutnya, Pusat Pengurangan Resiko Bencana Universitas Indonesia (DRRC UI) sangat mendukung komitmen yang kuat dari semua pemangku kepentingan dengan menerapkan pendekatan Penta Helix: Academia, Pemerintah, Industri, Masyarakat, dan Media. Indonesia telah mengembangkan langkah-langkah ketahanan gempa berdasarkan kearifan lokal dan upaya ramah lingkungan.
Indonesia memiliki budaya dan kearifan lokal yang diimplementasikan dalam upaya pengurangan resiko bencana, seperti pembangunan Rumah Tahan Gempa (RTG) di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Dalam kaitan dengan Model RTG NTB ini, Universitas Indonesia menerima apresiasi pendanaan Penelitian Program Kompetitif Nasional Dan Penugasan Di Perguruan Tinggi Tahun Anggaran 2022 Ditjen Dikti, Riset & Teknologi Kemendikbud. Penelitian tersebut berjudul 'Penta Helix Membangun Model Rumah Tahan Gempa Berperspektif Kearifan Lokal dan Ramah Lingkungan Pasca Bencana Alam di Propinsi NTB'.
Penelitian ini terdiri dari Dr. Rachma Fitriati, M.Si. M.Si (Han) dari Fakultas Ilmu Administrasi UI, Prof. dra. Fatma Lestari, M.Si, PhD dari Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, dan Brigjen Ahmad Rizal Ramdhani S.Sos., S.H., M.Han Mahasiswa Doktor Sekolah Ilmu Lingkungan (SIL) UI, bersama dengan mitra peneliti Lukmanul Hakim, M.Pd. dan Dedy Dharmawansyah, M.T. dari Universitas Teknologi Sumbawa (UTS) dan Dr. Junaidin, M.Pd. dan Rasyid Ridha, M.T. dari Universitas Muhammadiyah Mataram (UMMAT).
Dari hasil temuan sementara, kami menilai gempa bumi yang menimpa 7 kabupaten/kota di pulau Lombok dan pulau Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tahun 2018 silam telah memberikan banyak pembelajaran kepada pemangku kebijakan baik ditingkat lokal, regional dan nasional dalam menyiapkan berbagai upaya mitigasi sejak dini. Korban gempa bumi yang mengakibatkan berbagai kerusakan fasilitas publik dan rumah masyarakat menjadi prioritas pemerintah setelah melakukan evakuasi korban baik yang meninggal atau pun yang cidera akibat timpaan bangunan.
Pada sektor pemukiman, kebijakan rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan pemerintah sebagai respon bencana gempa bumi NTB tahun 2018 dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2018 dengan tantangan tersendiri. Satu sisi, penanganannya bersifat segera (emergency) dalam status kedaruratan (transisi darurat ke pemulihan). Di sisi lain, jumlah rumah yang dibangun/diperbaiki dengan menggunakan skema swakelola berbasis masyarakat (Pemberdayaan) membutuhkan proses panjang untuk sosialisasi, edukasi, pembentukan dan penguatan kelompok masyarakat.
Kami mencatat pembangunan Rumah Tahan Gempa dilakukan dnegan kolaborasi pentahelix para
pemangku kepentingan, pemerintah (Pusat, provinsi, Kab/kota, Kecamatan, Desa/Kelurahan), multi sektoral (TNI/Polri, BPKP, PU, Perkim, perbankan, Dukcapil, dll);
Swasta (aplikator, suplier, dll); Masyarakat sipil (penyintas, fasilitator, LSM); dan Perguruan Tinggi (UMMAT, UTS, UNRAM) dengan tahapan-tahapan sebagai berikut. Pertama, sosialisasi untuk mengurangi distorsi informasi tentang bantuan stimulan RTG. Kedua, pelibatan masyarakat dalam memilih 2 model RTG, yaitu RISHA dan RIKA dari 18 alternatif jenis RTG yang diberikan; (3) diterjunkannya pasukan TNI/POLRI untuk mengatasi keterbatasan tenaga kerja yang membangun RTG; (4) Membangun teknologi informasi dan aplikasi SIRKON (Sistem Informasi Rehabilitasi rekonstruksi) untuk memudahkan updating, monitoring progres pembangunan RTG dan transparansi; (5) Memperkuat sinergi dan kerjasama melalui koordinasi secara rutin & berkelanjutan dengan seluruh actor pentahelix baik secara luring dan daring; dan (6) Menerapkan sistem transparansi dan akuntabilitas melalui Rekonsiliasi data BNBA (by name by address) PBS yang telah dilengkapi (NIK dan KK) oleh kabupaten/kota, baik data kerusakan rumah, penyaluran dana bantuan dan progress perbaikan/pembangunan RTG, serta sinkronisasi data BNBA PBS terhadap data kependudukan Dinas Dukcapil.
Kepala Desa Teratak Kecamatan Batu Keliang Utara Mohammad Ipkan dan Lurah Bertais H. Amanah menyebutkan bahwa pembangunan RTG selesai sesuai dengan waktu yang ditentukan, baik fisik atau pun Laporan Pertanggungjawaban (LPJ). Upaya untuk melihat model Pentahelix dalam penanganan RTG NTB menjadi barometer penting keberhasilan pembangunan melalui Satu Data, Satu Sistem, Satu Komando.(red)